Google Trends dan Impactnya di Berbagai Bidang - Technotalk di Radio Unisi Yogyakarta


Google Trends dan Impact nya di Berbagai Bidang
Google Trends merupakan suatu produk yang dibuat oleh perusahan Google Inc. Yang dirilis pada tahun 2006. Google Trends dikatakan sebuah tool atau alat, dikarena  fitur yang terdapat pada Google Trends ini bisa membantu seseorang untuk menyelesaikan suatu persoalan atau untuk memunculkan suatu ide baru.

Dari mana munculnya Google Trends?
Perusahaan Google, indentik kita kenal dengan mesin pencari yaitu www.google.com dan ini merupakan situs yang paling banyak dikunjungi oleh pencari informasi melalui internet. Hal ini dibuktikan oleh laporan perusahan media sosial yaitu We Are Social bersama platform Hoot Suite pada bulan januari lalu. Yaitu bertajuk “Digital 2019” yang menginformasikan bawah di negara Indonesia ada 10 website yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat. Urutan pertama yaitu google.com dan urutan kedua yaitu google.co.id sedangkan yahoo.com berada diurutan ke delapan dan bing.com belum masuk pada 10 top website tersebut. Tentunya hal tersebut menjadi bukti bahwa google.com masih menjadi raja di bidang mesin pencari/search engine.

Sama seperti yahoo.com atau bing.com, seorang pengiat internet atau pencari informasi akan menggunakan situs google.com untuk mencari informasi dengan cara memasukkan kata kunci ke laman tersebut. Kata kunci yang dimaksud disini ialah satu atau beberapa kata yang mewakili informasi yang akan dicari. Misalnya, ketika saya ingin mengetahui informasi tentang radio unisi, maka saya menggunakan kata kunci “radio unisi” (yaitu dua kata, pertama “radio” dan kedua “unisi”) sehingga nantinya mensin mencari akan menampilkan beberapa informasi terkait kata kunci tersebut.

Perilaku atau kegiatan kita dalam mencari informasi di situs google.com, meninggalkan jejak digital. Artinya semua kegiatan pencarian kita direkam seperti kata kunci yang sering kita gunakan, device/media yang kita gunakan, dan dimana lokasi kita sedang mengakses situs tersebut. Kembali kecontoh tadi maka yang menjadi jejak digital saya yaitu kata kunci yang dipakai ialah “radio unisi”, kemudian media yang digunakan misalnya smartphone, dan wilayah nya yaitu di Yogyakarta.

Nah, jejak ini lah yang dikumpulkan sehingga menjadi suatu database besar sehingga memunculkan suatu pola tertentu. Pola yang umum ialah, pola kata kunci yang sering digunakan oleh pengguna internet dalam mencari informasi. Sehingga kata kunci tersebut memiliki nilai baru yang melekat pada nya yaitu kata kunci populer. Kemudian dari kata kunci yang populer ini lah selanjutnya dikenal dengan tren dan akhirnya muncul Google Trends. Sebuah alat yang menampilkan kata kunci yang populer digunakan di suatu wilayah tertentu. Saat ini Google Trends masih bersifat free atau gratis sehingga semua bisa menggunakannya untuk keperluan masing-masing.

Apasih yang ada di Google Trends?

Ketika kita kunjungi situs trends.google.com maka kita akan melihat ada beberapa menu yang menjadi fitur dari Google Trends. Ada tiga menu atau fitur yang tersedia yaitu fitur pelajari, penelusuran trending, dan setahun search.

Fitur pelajari, menampilkan tren dari satu atau beberapa kata kunci yang bisa kita tentukan sendiri dan bisa melihat trennya untuk daerah tertentu sesuai keinginan kita. Fitur inilah yang digunakan oleh banyak peneliti akademisi. Hal itu karena fitur ini memungkinkan kita melakukan eksperimen terhadap suatu kata kunci.

Fitur yang kedua yaitu penelusuran trending, fitur ini menampilkan tren dari kata kunci populer di suatu negara dalam waktu harian dan real-time (yaitu 24 jam terakhir). Namun data ini digenerate atau dibuat otomatis oleh sistem sehingga kata kunci yang muncul ialah kata kunci yang memang populer dibandingkan dengan semua kata kunci yang ada.

Fitur yang ketiga ialah setahun search, fitur hampir sama dengan fitur kedua namun perbedaan terletak pada waktu yaitu jika fitur kedua itu waktu harian, maka fitur ketiga ini untuk waktu satu tahun. Teknik pembuatan dari tren ini ialah membandingkan kata kunci yang populer setahun ini dengan kata kunci yang populer ditahun sebelumnya.

Pada kesempatan ini kita akan berfokus pada fitur pertama yang fitur pelajari.



Pada fitur pelajari, kita bisa melihat tren suatu kata kunci berdasarkan wilayah, waktu tertentu (misalnya, satu terakhir, satu bulan terakhir, lima tahun terakhir, atau lainnya), dan berdasarkan kategori serta jenis sumber pencarian. Kategori ini dibuat oleh sistem, seperti kategori bisnis, belanja, kesehatan, dan lainnya. Ada 25 kategori yang tersedia dan setiap kategori tersebut memiliki sub-katergori. Sedangkan jenis sumber pencairan yaitu penelusuran web, penelusuran gambar, penelusuran berita, Google Shopping, dan penelusuran Youtube.

Perlu diketahui juga bawah data yang dihasilkan oleh Google Trends ada dua tipe yaitu data real-time (yaitu data yang dibuat dengan cara mengambil sampel acek penlusuran dalam rentang 7 hari terakhir) dan kedua, data non-real-time (yaitu sampel diambil secara acak mulai tahun 2004 sampai 36 jam terkahir).

Bentuk informasi yang ada di goolge trends ini ialah grafik dari penggunaan suatu kata kunci dan juga berdasarkan wilayah atau daerah.

Baik, kita akan membahas bagaimana Google Trends dimanfaatkan oleh para peneliti terutama di bidang akademisi.


Pada tahun 2009, peneliti (Pelat, Turbelin, Bar-Hen, Flahault, & Valleron, 2009) menguji Google Trends dengan data pengawasan klinis Sentinel Network di Prancis. Ada tiga penyakit yang diteliti dan dari ketiga penyakit tersebut satu yang paling cocok yaitu diare akut. Maksud cocok disini ialah, grafik naik turun dari data pengawan Prancis hampir sama dengan grafik tren di Google Trends.

Misalnya bulan Januari data pengawasan menampilkan kasus penyakit mulai naik hingga diakhir bulan Maret maka di Google Trends pencarian tentang penyakit tersebut juga mulai naik diawal bulan Januari hingga akhir bulan Maret, nah inilah kecocokan atau kesamaan yang dimaksud.

Ditahun yang sama, peneliti (Carneiro & Mylonakis, 2009) menemukan bawah layanan Google Flu Trends mampu mendeteksi wabah 7-10 hari lebih cepat dari pada lembaga pengawasan konvensional yang ada di Amerika Serikat.

Google Flu Trends ini merupakan produk anak dari Google Trends, yang artinya data Google Flu Trends berasal dari Google Trends, namun ini sudah dipilah oleh pihak Google yang hanya menampilkan tentang penyakit flu/influeza. Dan inilah yang digunakan sebagian peneliti dalam meneliti apakah data Google Trends bisa digunakan untuk pengawasan kasus penyakit secara online.

Tahun 2010, peneliti (Seifter, Schwarzwalder, Geis, & Aucott, 2010) kembali menguji data Google Trends untuk kasus penyakit yang berbeda yaitu penyakit Lyme. Pembandingnya menggunakan data pengawasan penyakit di Amerika Serikat. Dari 10 negara bagian Amerika Serikat yang dibahas, ada 6 negara bagian memiliki tren penyakit lyme sehingga membuktikan data Google Trends berpeluang untuk memberikan gambaran tentang penyebaran wabah penyakit.

Tahun 2011 peneliti (Vosen & Schmidt, 2011) mencoba menggunakan Google Trends untuk memprediksi konsumsi konsumen/pribadi masyarakat. Tujuannya ialah membantu pengusaha dalam mengembangkan bisnis mereka. Hasil penelitiannya yaitu membuktikan bahwa prediksi dengan indikator Google Trends lebih unggul apabila dibandingkan dengan prediksi menggunakan teknik survei.

Tahun 2012, peneliti (Choi & Varian, 2012) kembali menggunakan Google Trends memprediksi tingkat aktivitas ekonomi di suatu negara. Ada 4 kasus yang di contoh dalam penelitian meraka yaitu tentang kendaraan dan suku cadang motor, yang kedua: kondisi penganguran, yang ketiga: travel atau perjalanan, dan keempat yaitu tingkat keyakinan konsumen. Dari 4 kasus yang diteliti, terbukti model prediksi yang menggunakan unsur Google Trends lebih ungul sebesar 5-20 persen dibanding model yang tidak menggunakan Google Trends.

Sedang tahun 2013 peneliti (Kristoufek, 2013) mencoba memperkenal Google Trends untuk membantu pembuatan diversifikasi portofolio perusahan. Dan hasilnya yaitu Google Trends mampu membuat risiko lebih rendah dibanding teknik pembuatan diversifikasi portofolio yang umum digunakan. Asumsi yang digunakan disini ialah populer nya suatu saham perusahaan diukur dari tingkat tinggi rendahnya pencairan terkait perusahaan tesebut di internet (dalam hal ini di google.com).

Berbeda dengan peneliti (Preis, Moat, & Stanley, 2013), meraka mencoba menggunakan Google trends untuk membantu para pebisnis investasi saham dan hasil akhir dari penelitian itu ialah bahwa ketika volume pencairan Google Trends menurun maka disarakan untuk membeli saham, sedangkan ketika volume pencarian Google Trends naik maka disaran untuk menjual saham.  Sehingga Google Trends ini dimanfaatkan sebagai peringatan dini untuk pergerakan harga saham.

Peneliti (Kang, Zhong, He, Rutherford, & Yang, 2013) ditahun 2013, meneliti bagaimana Google Trends digunakan untuk pengawasan penyakit influenza di Cina selatan, hasilnya ialah data Google Trends bisa digunakan untuk data pelengkap pengawasan penyakit.

(Cho et al., 2013) ditahun yang sama, juga membahas tentang penyakit influenza di Korea Selatan dan menghasilkan bahwa Google Trends bisa digunakan di wilayah tersebut sebagai data pelengkap pengawasan namun tidak cukup untuk model prediktif/prediksi khusus masalah pengawasan penyakit.

Pada tahun 2015, peneliti (Nijman, 2015) menggunakan Google Trends untuk mengidentifikasi tindak pelanggaran hukum. Kasusnya ialah, di Uni Eropa itu tahun 2007 pihak/lembaga konservasi fauna dan flora mengeluarkan larangan pengeksporan hewan jenis belut (saat itu hanya satu jenis), ditahun 2010 kembali dikeluarkan larangan baru namun berlaku untuk semua jenis belut. Nah, Google Trends digunakan untuk melihat kira-kira dinegara mana yang melakukan ekspor belut berlebihan, dan menariknya Indonesia menjadi studi kasus penelitian mereka. Mereka melihat bahwa sejak larang ditahun 2010 bagi negara anggota Uni Eropa, Indonesia teridentifikasi melakukan ekspor/penjualan jenis belut secara besar. Dan ini didukung dengan data yang didapat oleh mereka dari laporan pemerintahan dan media masa di Indonesia. Namun meraka tidak mengatakan data tersebut valid 100%, namuan apabila itu benar maka ini bisa menghambat konservasi belut. Karena memang tugas lembaga tersebut ialah mengawasi hewan jenis belut agar tidak punah. Yang bisa kita ambil ialah, bahwa Google Trends bisa membantu pihak penegak hukum atau sejenis dalam identifikasi tindak pelanggaran atau kriminal. Atau sebagai langkah pencegahan sebelum pelanggaran itu benar-benar terjadi.

Diindonesia sendiri, diakhir tahun 2018 , peneliti (Husnayain, Fuad, & Lazuardi, 2019) juga telah membahas tentang penggunaan Google Trends dalam pengawasan penyakit. Kasus yang diangkat ialah kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) untuk level nasional dan provinsi. Hasilnya ialah terdapat kemiripan pola grafik antaran data lembaga penyawasan (dalam hal ini kementrian kesehatan RI)  dengan tren di Google Trends. Tentunya ini menjadi langkah awal bagi Indonesia mencoba memanfaatkan Google Trends dalam pengawasan penyakit.

Selain itu di Indonesia, Google Trends dimanfaatkan untuk pemasaran produk atau mencari target calon pembeli dan membantu untuk keperluan periklanan. Google Trends juga digunakan untuk membantu membuat judul di artikel website toko sehingga ketika para pengguna internet mencari produk maka website kita berpeluang besar muncul di halaman pertama hasil pencarian.

Sudah Validkah Google Trends?
Berbicara valid atau keabsahan data Google Trends, jika kita mengambil hasil penelitan sebelum-sebelumnya maka Google Trends belum bisa dikatakan valid 100% karena dikasus tertentu memang bisa digunakan, namun dikasus lain belum dipastikan bisa.

Terus apakah di indonesia bisa diterapkan?
Jawabannnya Bisa, namun perlu diteliti ulang dalam cara pengambilan/melihat data tren nya.

Kenapa? 
Pertama, peneliti (Carneiro & Mylonakis, 2009) mengatakan bahwa ada satu kasus yaitu flu burung. Kasus ini melonjak di tren Google Trends untuk daerah A, namun kenyataannya pada daerah teresebut tidak terjadi wabah flu burung. Hal tersebut bisa disebabkan karena bias yaitu faktor pemberitaan media masa. Seperti yang dilaporkan oleh peneliti (Kang et al., 2013), di Cina pernah terjadi wabah penyakit H1N1 lokal pada bulan Novermber akan tetapi tren di Google naik pada bulan Mei, ternyata kenaikan itu terjadi akibat pemberitaan media masa di bulan Mei. Memang isu pertama wabah muncul dibulan itu tetapi kejadian realnya terjadi dibulan November. Sehingga Google Trends belum bisa sebagai data primer pengawasan atau dalam hal ini sebagai data faktual.

Sedangkan peneliti (Cho et al., 2013) menemukan kasus diman, ketika wabah penyakit terjadi di daerah A, namun yang lebih banyak searching di internet terkait penyakit tersebut adalah daerah B, sehingga secara teorinya daerah B lah yang sedang terjadi wabah penyakit, padahal tidak. Nah ini, bisa disebabkan oleh tidak meratanya penggunaan internet dan berbedanya perilaku masyarakat.

Oleh sebab itu peneliti (Kang et al., 2013) menyarakan bawah yang menggunakan Google Trends harus mempertimbangkan populasi negara, bahasa yang digunakan, perilaku dan latar pendidikan masyarakat. Hal mengingat, ketika seorang mencari informasi penyakit tertentu menggunakan kata kunci yang berbeda-beda dan terkadang dipengaruhi oleh latar pendidikan pencari tersebut.

Bagaimana di Indonesia?

Indonesia sudah memiliki populasi yang besar, bahasa Indoensia juga sudah didukung pada Google Trends, sedangkan untuk penetrasi Internet, Indonesia sudah sebesar 56% tahun 2019 menurut We Are Social dan Hoosuite. Sedangan menurut APJII sebesar 50% di tahun 2017.

Namun, belum ada informasi apakah penetrasi itu merata di perkotaan atau diperdesaan juga. Serta dipulau atau di provinsi mana yang memang sudah merata. Nah, tentunya ini perlu dikaji lagi untuk level daerah kabupaten. Hal ini juga di sarankan oleh peneliti (Husnayain et al., 2019). Terkait menjadi Google Trends sebagai tool pengawasan penyebaran wabah penyakit secara online.

Saat ini, Kami yaitu saya dan dosen saya sedang melakukan penelitian lanjutan dalam bidang kesehatan seperti  (Husnayain et al., 2019)., namun mencoba sebisa mungkin mengkaji di level kabupaten dan membuat template kata kunci yang tepat, sehingga bisa digunakan ketika ingin melakukan pengawasan penyakit di Indonesia.

Sebenarnya selain sebagai tool pengawasan, berdasarkan penlitian yang sudah-sudah, Google Trends bisa digunakan untuk prediksi, pelacakan/pengecekan, peringatan dini/earlywarning, pembuatan strategi/model bisnis, atau monitoring reaksi masyarakat.

Impact yang diharap ?
Jika jangka dekat ialah, bisa membantu pihak terkait (yaitu kementian kesehatan) dalam pengambilan keputusan seperti penyedian obat, persiapan rumah sakit, dan pencegahan penyebaran wabah penyakit.

Impact jangka menegah bisa meningkat kepecayaan masyarakat terhadap pemerintah. Karena pemerintah cepat dalam menanggapi kasus di masyarakat.

Impact jangka panjangnya ialah ketika kita pemerintah sukses pencegahan penyebaran wabah penyakit maka seharusnya angka kasus penyakit menurun. Tentunya akan berbeda produktivitas atau ekonomi suatu negara yang masyarakatnya sering sakit dengan negara yang jarang sakit.

Nah ini yang kita harap khususnya dibidang kesehatan. Dalam bidang lain seperti hukum, impactnya berupa tingkat kejahatan bisa ditekan sehingga Indonesia lebih aman. Bagi pebisnis atau pengusaha bisa membantu usaha mereka, ketika pengusaha Indonesia sukses maka tingkat ekonomi negara bisa naik atau bagus.


*Materi tidak disampaikan secara keseluruhan karena waktu yang diberikan saat berbicara cukup singkat.


Judul : Google Trends dan Impact nya di berbagai bidang. Technotalk di Radio Unisi, Yogyakarta.
Waktu Acara : 14 Maret 2019, Pukul 20:00-21:00 Wib.
Tempat : Unisi Radio (PT Radio Prima Unisi Yogya) 


Daftar Pustaka

  • Carneiro, H. A., & Mylonakis, E. (2009). Google Trends: A Web-Based Tool for Real-Time Surveillance of Disease Outbreaks. Surfing The Web, 49(10), 1557–1564. https://doi.org/10.1086/630200
  • Cho, S., Sohn, C. H., Jo, M. W., Shin, S., Lee, J. H., Ryoo, S. M., … Seo, D. (2013). Correlation between National Influenza Surveillance Data and Google Trends in South Korea. PLOS ONE, 8(12). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0081422 
  • Choi, H., & Varian, H. (2012). Predicting the Present with Google Trends. Economic Record, 88(SUPPL.1), 2–9. https://doi.org/10.1111/j.1475-4932.2012.00809.x 
  • Husnayain, A., Fuad, A., & Lazuardi, L. (2019). Correlation between Google Trends on dengue fever and national surveillance report in Indonesia. Global Health Action, 12. 
  • Kang, M., Zhong, H., He, J., Rutherford, S., & Yang, F. (2013). Using Google Trends for Influenza Surveillance in South China. PLOS ONE, 8(1). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0055205 
  • Kristoufek, L. (2013). Can google trends search queries contribute to risk diversification? Scientific Reports, 3, 1–5. https://doi.org/10.1038/srep02713 
  • Nijman, V. (2015). CITES-listings , EU eel trade bans and the increase of export of tropical eels out of Indonesia. Marine Policy, 58, 36–41. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2015.04.006 
  • Pelat, C., Turbelin, C., Bar-Hen, A., Flahault, A., & Valleron, A.-J. (2009). More Diseases Tracked by Using Google Trends. Emerging Infectious Diseases, 15(08), 1327–1328. https://doi.org/10.1086/593098 
  • Preis, T., Moat, H. S., & Stanley, H. E. (2013). Quantifying Trading Behavior in Financial Markets Using Google Trends. Scientific Reports (Vol. 3). https://doi.org/10.1038/srep01684 
  • Seifter, A., Schwarzwalder, A., Geis, K., & Aucott, J. (2010). The utility of “Google Trends” for epidemiological research: Lyme disease as an example. Geospatial Health, 4(2), 135–137. https://doi.org/10.4081/gh.2010.195 
  • Vosen, S., & Schmidt, T. (2011). Forecasting Private Consumption : Survey-Based Indicators vs . Google Trends. Journal of Forecasting, 30, 565–578.